PELAJARAN SANG KODOK
Sekelompok kodok sedang berjalan-jalan melintasi hutan,dan
dua di antara kodok tersebut jatuh kedalam sebuah lubang. Semua kodok-kodok
yang lain mengelilingi lubang tersebut. Ketika melihat betapa dalamnya lubang
tersebut,mereka berkata pada kedua kodok tersebut bahwa mereka lebih baik mati.
Kedua kodok tersebut tak menghiraukan komentar itu dan mencuba melompat keluar
dari lubang itu dengan segala kemampuan yang ada. Kodok yang lainnya tetap
mengatakan agar mereka berhenti melompat dan lebih baik mati.
Akhirnya, salah satu dari kodok yang ada di lubang itu
mendengarkan kata-kata kodok yang lain dan menyerah. Dia terjatuh dan mati.
Sedang kodok yang satunya tetap meneruskan untuk melompat sedapat mungkin.
Sekali lagi kerumunan kodok-kodok tersebut berteriak padanya agar berhenti
berusaha dan mati saja. Dia bahkan berusaha lebih kuat dan akhirnya berhasil.
Ketika dia sampai diatas, ada kodok yang bertanya, "Apa
kau tidak mendengar teriakan kami?". Lalu kodok itu (dengan membaca
gerakan bibir kodok yang lain) menjelaskan bahawa ia pekak. Akhirnya kodok2
tesebut sedar bahwa saat di bawah tadi kodok pekak itu menganggap mereka telah
memberikan semangat kepadanya.
Renungan :
Kekuatan hidup dan mati ada di lidah. Kekuatan kata-kata
yang diberikan pada seseorang yang sedang "jatuh" justeru dapat
membuat orang tersebut bangkit dan membantu mereka dalam menjalani hari-hari.
Kata-kata buruk yang diberikan pada seseorang yang sedang
"jatuh" dapat membunuh mereka. Hati hatilah dengan apa yang akan
diucapkan. Suarakan 'kata-kata kehidupan' kepada mereka yang sedang menjauh
dari jalur hidupnya. Kadang-kadang memang sulit dimengerti bahwa 'kata-kata
kehidupan' itu dapat membuat kita berfikir dan melangkah jauh dari yang kita
perkirakan.
Semua orang dapat mengeluarkan 'kata-kata kehidupan' untuk
membuat rakan dan teman atau bahkan kepada yang tidak kenal sekalipun untuk
membuatnya bangkit darikeputus-asaanya, kejatuhannya, ataupun kemalangannya.
Sungguh indah apabila kita dapat meluangkan waktu kita untuk
memberikan semangat kekuatan bagi mereka yang sedang putus asa dan jatuh.
PEMBURU YANG TAMAK
Pada satu hari, seorang pemburu telah menangkap seekor burung
murai. Dengan perasaan sedih burung murai itu merayu kepada si pemburu.
Burung itu bertanya, " Apa yang ingin engkau lakukan
pada diriku?"
Lelaki itu menjawab " Akan aku sembelih engkau dan
makan engkau sebagai lauk"
"Percayalah, engkau tidak akan begitu berselera
memakanku dan aku tidak akan mengenyangkan engkau. Jangan engkau makan aku,
tetapi akan aku beritahu engkau tiga nasihat yang lebih baik dari engkau
memakanku "
Si burung berjanji akan memberikan nasihat pertama ketika
berada dalam genggaman orang itu. Yang kedua akan diberikannya kalau ia sudah
berada di cabang pohon dan yang ketiga ketika ia sudah mencapai puncak bukit.
Terpengaruh dengan rayuan si murai itu, si pemburu pun
bersetuju. Lalu dia meminta nasihat pertama. Kata burung itu, "Kalau kau
kehilangan sesuatu, meskipun engkau menghargainya seperti hidupmu sendiri,
jangan menyesal."
Orang itu pun melepaskannya dan burung itu segera melompat
ke dahan. Di sampaikannya nasihat yang kedua, "Jangan percaya kepada
segala yang bertentangan dengan akal, apabila tak ada bukti."
Kemudian burung itu terbang ke puncak gunung. Dari sana ia
berkata, "Wahai manusia malang! Jika tadi engkau sembelih aku, nescaya
engkau akan dapati dalam tubuhku ada dua biji mutiara. Berat setiap mutiara itu
adalah dua puluh gram."
Terperanjat sungguh si pemburu itu mendengar kata-kata si
burung murai.. Si pemburu berasa dirinya telah tertipu. "Bodohnya aku!
Bagaimana aku boleh terlepas peluang yang begitu baik!"
Pemburu itu sangat menyesal memikirkan kehilangannya. Namun
katanya, "Setidaknya, katakan padaku nasihat yang ketiga itu!"
Si burung murai menjawab,"Alangkah tololnya kau meminta
nasihat ketiga sedangkan yang kedua pun belum kau renungkan sama sekali. Sudah
kukatakan padamu agar jangan kecewa kalau kehilangan dan jangan mempercayai hal
yang bertentangan dengan akal. Kini kau malah melakukan keduanya. Kau percaya
pada hal yang tak masuk akal dan menyesali kehilanganmu. Cuba engkau fikirkan,
hai orang yang dungu. Aku, dagingku, darahku dan buluku tidak logik seberat dua
puluh gram. Oleh itu, bagaimana mungkin akan ada dalam perutku dua biji mutiara
yang masing-masing seberat dua puluh gram? Aku tidak cukup besar untuk
menyimpan dua butir mutiara besar! Kau tolol! Oleh kerananya kau harus tetap
berada dalam keterbatasan yang disediakan bagi manusia."
Murai menyambung lagi, "Nasihatku yang ketiga adalah,
memberi nasihat kepada sedozen bahlul seperti engkau ini adalah seperti menabur
benih di tanah usang, tidak akan memberi faedah!"
Kemudian terbanglah si burung murai yang bijak itu
meninggalkan si lelaki yang termenung akan ketamakannya itu.
Moral:
Itulah contoh betapa halobanya anak Adam yang jadi kelabu
mata dari mengetahui kebenaran.
Jika seseorang menginginkan yang serba banyak atau terlalu
panjang angan-angannya atas sesuatu yang lebih, nescaya hilanglah sifat qana'
(merasa cukup dengan yang ada). Dan tidak mustahil ia menjadi kotor akibat
haloba dan hina akibat rakus sebab kedua sifat itu mengheret kepada pekerti
yang jahat untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan mungkar, yang merosakkan
maruah (harga diri).
KISAH TIGA BUDAK
HITAM.
Tiga orang budak hitam berjalan-jalan di atas pasir di
persisiran sebuah pantai. Tiba-tiba seorang dari mereka tertendang sebiji
botol. Beliaupun mengambil botol tersebut. Botol tersebut tertutup rapat dengan
penutup gabus. Kesemua mereka kehairanan dan tertanya-tanya apa yang ada di
dalam botol tersebut. Lalu salah seorang dari mereka pun membukanya. Terbuka
sahaja botol tersebut, keluarlah seekor jin yang amat besar.
Jin tersebut ketawa-terbahak-bahak lalu berkata "
Siapakah engkau hai manusia yang telah membebaskan aku? Aku telah terkurung
dalam botol ini selama 20 tahun. Dalam masa terkurung aku telah bersumpah akan
menyempurnakan 3 hajat sesiapa yang membebaskan aku dari botol ini.. Nah!
Sekarang kamu semua pintalah apa-apa, akan aku tunaikan permintaanmu"
Ketiga-tiga budak hitam itu mulanya terkejut tetapi
bergembira apabila jin tersebut menawarkan untuk menunaikan permintaan mereka.
Jin pun berkata kepada budak yang pertama, " Pintalah!" Budak hitam
pertama pun berkata . "Tukarkanlah aku menjadi putih supaya aku kelihatan
cantik" Jin pun menunaikan permintaannya. Lalu budak itu pun menjadi
putih. Jin pun berkata kepada budak hitam kedua,"Pintalah!".
Budak hitam kedua pun berkata ." Tukarkanlah aku
menjadi putih dan kelihatan cantik, lebih putih dan cantik daripada budak yang
pertama". Jin pun menunaikan permintaannya. Lalu budak itu pun menjadi
putih dan cantik lebih daripada budak yang pertama. Jin pun berkata
kepada budak hitam ketiga, "Pintalah!". Budak
hitam ketiga pun berkata ."Tukarkanlah aku menjadi putih dan kelihatan
cantik, lebih putih dan cantik daripada budak yang pertama dan kedua".
Jin pun berkata. " Tidak, permintaan itu tidak dapat
aku perkenankan. Pintalah yang lain..." Budak hitam ketiga kehairanan dan
terfikir-fikir apa yang mahu dipintanya.
Setelah lama berfikir, budak hitam ketiga pun berkata "
Kalau begitu, aku pinta kau hitamkan kembali rakan aku yang dua orang itu"
Lalu jin pun tunaikan permintaannya. Kembalilah asal hitam kedua-duanya. Jin
pun berlalu dari situ dan ketiga-tiga mereka tercengang-cengang dan tidak
memperolehi sesuatu apa pun.
Moral:
Sikap dengki, cemburu dan irihati seringkali bersarang di
hati manusia. Manusia tidak suka melihat orang lain lebih dari mereka dan
mengharapkan mereka lebih dari orang lain. Mereka juga suka melihat nikmat
orang lain hilang. Sikap ini sebenarnya pada akhirnya merugikan manusia
sendiri.
PAKU DI TIANG
Beberapa ketika yang silam, ada seorang ikhwah yang
mempunyai seorang anak lelaki bernama Mat. Mat membesar menjadi seorang yang
lalai menunaikan suruhan agama. Meskipun telah berbuih ajakan dan
nasihat,suruhan dan perintah dari ayahnya agar Mat bersembahyang, puasa dan
lain-lain amal kebajikan, dia tetap meninggalkannya.Sebaliknya amal kejahatan
pula yang menjadi kebiasaannya.
Kaki judi, kaki botol, dan seribu satu macam jenis kaki lagi
menjadi kemegahannya. Suatu hari ikhwah tadi memanggil anaknya dan berkata,
"Mat, kau ni terlalu sangat lalai dan berbuat kemungkaran. Mulai hari ini
aku akan pacakkan satu paku tiang di tengah halaman rumah kita. Setiap kali kau
berbuat satu kejahatan,maka aku akan benamkan satu paku ke tiang ini. Dan
setiap kali kau berbuat satu kebajikan, sebatang paku akan kucabut keluar dari
tiang ini."
Bapanya berbuat sepertimana yang dia janjikan, dan setiap
hari dia akan memukul beberapa batang paku ke tiang tersebut. Kadang-kadang
sampai berpuluh paku dalam satu hari. Jarang-jarang benar dia mencabut keluar
paku dari tiang.
Hari bersilih ganti, beberapa purnama berlalu, dari musim
ribut tengkujuh berganti kemarau panjang. Tahun demi tahun beredar.Tiang yang
berdiri megah di halaman kini telah hampir dipenuhi dengan tusukan paku-paku
dari bawah sampai ke atas. Hampir setiap permukaan tiang itu dipenuhi dengan
paku-paku. Ada yang berkarat lepat dek kerana hujan dan panas. Setelah melihat
keadaan tiang yang bersusukan dengan paku-paku yang menjijikkan pandangan mata,
timbullah rasa malu. Maka dia pun berazamlah untuk memperbaiki dirinya. Mulai
detik itu, Mat mula sembahyang. Hari itu saja lima butir paku dicabut ayahnya
dari tiang. Besoknyas sembahyang lagi ditambah dengan sunat-sunatnya.Lebih
banyak lagi paku tercabut. Hari berikutnya Mat tinggalkan sisa-sisa maksiat
yang melekat. Maka semakin banyaklah tercabut paku-paku tadi. Hari demi hari,
semakin banyak kebaikan yang Mat lakukan dan semakin banyak maksiat yang
ditinggal, hingga akhirnya hanya tinggal sebatang paku yang tinggal melekat di
tiang.
Maka ayahnyapun memanggil anaknya dan berkata:
"Lihatlah anakku, ini paku terakhir, dan akan aku cabutkannya keluar
sekarang. Tidakkah kamu gembira?" Mat merenung pada tiang tersebut, tapi
disebalik melahirkan rasa gembira sebagai yang disangkakan oleh ayahnya, dia
mula menangis teresak-esak. "Kenapa anakku?" tanya ayahnya, "aku
menyangkakan tentunya kau gembira kerana semua paku-paku tadi telah
tiada."Dalam nada yang sayu Mat mengeluh, "Wahai ayahku, sungguh
benar katamu, paku-paku itu telah tiada,tapi aku bersedih parut - parut lubang
dari paku itu tetap kekal ditiang, bersama dengan karatnya."
Moral :
Rakan yang dimuliakan, Dengan dosa-dosa dan kemungkaran yang
seringkali diulangi hinggakan menjadi suatu kebiasaan ,kita mungkin boleh
mengatasinya, atau secara beransur-ansur menghapuskannya,tapi ingatlah bahawa
parut-parutnya akan kekal. Dari itu, bilamana kita menyedaridiri ini melakukan
suatu kemungkaran,ataupun sedang diambang pintu habit yang buruk, maka
berhentilah serta-merta. Kerana setiap kali kita bergelimang dalam kemungkaran,
maka kita telah membenamkan sebilah paku lagi yang akan meninggalkan parut pada
jiwa kita, meskipun paku itu kita cabut kemudiannya. Apatah lagi kalau kita
biarkan ianya berkarat dalam diri ini sebelum dicabut. Lebih-lebih lagilah
kalau dibiarkan berkarat dan tak dicabut.
KISAH TUKANG GUNTING
Seorang laki-laki bernama Manan datang ke sebuah salon untuk
memotong rambut dan janggutnya. Dia pun memulai sedikit perbualan yang hangat
dengan tukang gunting yang melayaninya. Berbagai macam topik dibincangkan,
hingga akhirnya Tuhan jadi subjek perbualan.
Tukang Gunting: "Encik, saya ini tidak percaya kalau
Tuhan itu ada seperti yang encik katakan tadi."
Mendengar ungkapan itu, Manan terkejut dan bertanya,
"Mengapa anda berkata demikian?"
"Mudah saja,cuba encik menjengok ke luar tingkap itu
dan sedarlah bahwa Tuhan itu memang tidak ada. Tolong jelaskan pada saya, jika
Tuhan itu ada, mengapa banyak orang yang sakit? Mengapa banyak anak yang
terbiar?. Jika Tuhan itu ada, tentu tidak ada sakit dan penderitaan. Tuhan apa
yang mengizinkan semua itu terjadi..." ungkap si tukang gunting dengan
nada yang tinggi dan angkuh.
Manan pun berpikir tentang apa yang baru saja dikatakan oleh
tukang gunting. Namun, ia sama sekali tidak memberi respon atau jawapan agar
perbincangan tersebut tidak menjadi hangat lagi.
Ketika tukang gunting selesai melakukan pekerjaannya, Manan
pun berjalan keluar dari kedai tersebut. Baru beberapa langkah, dia bertembung
dengan seorang laki-laki berambut panjang dan janggutnya pun lebat. Sepertinya
ia sudah lama tidak pergi ke kedai gunting rambut dan itu membuatkannya
terlihat tidak kemas.
Manan kembali masuk ke dalam kedai dan kemudian berkata
kepada tukang gunting, "Tukang gunting itu sebenarnya tidak adakan
sepertimana yang anda kata bahawa Tuhan itu tidak ada!..."
Si tukang gunting pun terkejut dengan perkataan Manan
tersebut.
"Bagaimana mungkin mereka tidak ada, buktinya adalah
saya. Saya ada di sini dan saya adalah seorang tukang gunting" sanggahnya
si tukang gunting.
Manan kembali berkata tegas, "Tidak, mereka tidak ada.
kalau mereka ada, tidak mungkin ada orang yang berambut panjang dan berjanggut
lebat. Contohnya lelaki di luar itu."
"Ah, anda merepek saja...Tukang gunting selalu ada di
mana-mana. Yang terjadi pada lelaki itu adalah bahwa dia tidak mau datang ke
kedai saya untuk di gunting rambut dan bercukur." jawabnya tenang sambil
tersenyum.
Tegas Manan" "Tepat sekali! Itulah jawapannyanya
untuk soalan anda kepada saya tadi. Tuhan itu memang ada. Yang terjadi pada
umat manusia itu adalah kerana mereka tidak mau datang mencari dan menemui-Nya.
Itulah sebabnya mengapa begitu banyak penderitaan di seluruh dunia
ini...."
Mendengar jawapan dari Manan tersebut menyebabkan si tukang
gunting diam membisu tidak terkata.
Moral dari kisah diatas:
Dari cerita diatas ini, dapat kita simpulkan bahawa kita
sebenarnya lupa akan Allah, tetapi Allah tidak lupa akan kita. Hanya bila kita
sakit atau susah barulah kita mengingatiNya sedangkan apabila kita hidup senang
dan sihat kita lupa akan kewujudanNya. Renungkanlah seketika. Berapa banyak
kalikah kita memujinya pada setiap hari? Dan berapa banyak kalikah kita memuji
diri kita dan diri orang lain setiap hari? Dan apabila kita memuji Allah
sesudah solat, adakah kita memujiNya dengan bersungguh-sungguh sepertimana kita
memuji diri seseorang tokoh
Tiada ulasan:
Catat Ulasan